Jumat, 10 Agustus 2012

KOREA


 BUDAYA  POP  DARI KOREA SELATAN
Budaya pop merupakan budaya vernakular yang diamalkan oleh masyarakat modern.  Sebagai totalitas ide, prespektif dan pencitraan. Gelombang budaya pop memang mengikuti irama globalisasi, sehingga rasanya juga sulit untuk ditolak oleh manusia di dunia ini. Makanya, oleh sebab itu tidak ada formulasi untuk menggalang perlawanan terhadap globalisasi yang menjadi sarana munculnya budaya pop. Bahkan perlawanan juga percuma sebab pengaruh globalisasi tersebut memang sangat dahsyat.
 Bagaimana budaya pop tersebut menerpa dunia. Serbuan budaya pop tersebut kemudian menjadi bagian dari budaya di tempat lain. Gelombang dahsyat budaya pop tersebut, salah satunya datang dari Negeri Ginseng, yang disebut sebagai Korean Wave. Begitu hebatnya Korean Wave tersebut, maka sekarang negeri Ginseng tersebut menjadi satu di antara 10 negara pengekspor budaya pop di dunia internasional. Budaya pop adalah bagian dari efek globalisasi yang kehadirannya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan modernisasi dan konsumerisasi. Di tengah arus ini, maka akan terjadi pusaran dan tarikan kepada siapa saja yang mencoba untuk terlibat di dalamnya.
Hanya sayangnya bahwa masyarakat Indonesia belum bisa menjadi pemain dari budaya pop ini. Kebanyakan dari kita adalah konsumen yang dengan gegap gempita menyambutnya tanpa pernah berpikir kapan kita akan menjadi pemain. Dan hal itu kebukti, dimana rasa cinta akan budaya pop dari negeri ginseng itu, lebih kuat dibandingkan dengan budaya Indonesia.
Kebanyakannya isi budaya pop ditentukan oleh industri-industri yang menyebarkan bahan-bahan kebudayaan, misalnya film, tv dan termasuk industri-industri penerbitan media berita, seperti majalah, tabloid,dan lain-lain. Bagaimanapun, budaya pop tidak boleh hanya dianggap sebagai produk dari trand industri-industri saja. Sebaliknya, budaya pop  merupakan hasil dari interaksi yang berlangsung antara industri-industri tersebut dan orang-orang di dalam masyarakat yang menggunakan produk-produk itu.
Tentu saja budaya pop juga menambah nilai positif menjadi salah satu medium promosi negeri Ginseng di dalam perbincangan internasional. Jadi sesungguhnya juga terdapat keuntungan yang dihasilkan dari mencuatnya budaya pop Korea Selatan tersebut bagi negerinya. Bukan hanya artisnya yang dikenal, atau filmnya yang menjadi kesohor, akan tetapi juga pemasukan untuk negeri tersebut menjadi bertambah.
Selalu ada sesuatu yang secara sistematik berkaitan antara satu dengan lainnya. Lahirnya budaya pop berpengaruh terhadap image negeri tersebut dalam kancah internasional dan kemudian secara berantai dapat meningkatkan kunjungan wisata, pendapatan nasional dan lainnya. Sesungguhnya melalui lahirnya budaya pop tersebut maka banyak yang diuntungkan.
Indonesia juga menjadi bagian dari keterpengaruhan budaya pop Korea Selatan ini. Beberapa tahun terakhir sampai saat sekarang, banyak musik Korea Selatan yang digandrungi oleh para remaja Indonesia. Kemudian menyusul miniseri dan film Korea Selatan. Nama-nama bintang film Selatan begitu digandrungi oleh anak muda Indonesia.
Maka  tanpa disadari para remaja indonesia lambat laun akan bosan dengan budaya yang sebenarnya harus jaga dan dilestarikan. Kecintaan akan musik dan trand ala korea,  para remaja juga memperoleh nilai positif dalam pengetahuan. Tanpa disadari secara tidak sengaja banyak pengetahuan-pengetahuan umum yang didapat. Mulai dari bahasa, gaya hidup, budaya dan lain-lain.
Kita dapat melihat contoh-contoh budaya pop yang telah merajalela dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan segala tentang budaya itu sudah dianggap lumrah oleh masyarakat Indonesia. Jika kita agak sedikit kontra dengan budaya tersebut, maka sambutan yang kita peroleh adalah “Ah, gak gaul lu…!” dan seperti iklan Telkomsel kalau gak gaul nanti gak trend alias katro. “ dan masih banyak kata yang membuat para remaja tidak mau ketinggalan trand.
Untuk itu maka terciptakan satu masyarakat yang konsumtif yang mau membeli barang-barang atau jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Semangat inilah yang menjadi cikal bakal munculnya budaya pop. Yang  didalamnya terdapat komunitas komsumtif yang tidak dapat membedakan kelemahan dan kelebihan. Asal tidak dikatakan ketinggalan zaman.
Melalui media televisi yang memang menjadi medium kuat munculnya budaya pop sangat terasa betapa besar pengaruhnya. Sebagaimana diketahui bahwa televisi memang menjadi ajang konsumsi entertainment yang paling besar. Sehingga apapun yang ditayangkan di televisi dalam waktu yang sangat pendek akan bisa menjadi wacana dan tindakan para pemirsanya.
Televisi memang tidak hanya menyebarkan berita dan  pendidikan. Televisi juga menyebarkan  iklan, hiburan dan sebagainya. Yang akan  menjadi medium bagi masyrakat. Melalui televisi, maka orang akan dapat mengetahui apa yang tejadi di tempat lain. Dan bahkan juga perkembangan model, dunia fashion, teknologi, ilmu dan sebagainya yang ada di tempat lain.
Gelombang dahsyat televisi dapat mengantarkan orang bisa menjadi terkenal mendadak. Sebagai contoh Coba dapat kita lihat bagaimana tayangan acara televisi indonesia. Acara Empat Mata, yang membuat Tukul menjadi terkenal, Opera van Java yang membuat Sule, Parto, Aziz, Nunung dan Andre menjadi semakin terkenal dengan aksi komedi yang di sisi lain membuat masyrakat semakin dibodohkan. Karena acara-acara seperti itu hanya kaum kapitalis yang mengarap keuntungan dari reting.  Selain itu adanya artis dadakan yan terkenal melaui Youtube. Seperti Norman Kamaru, polteng Saipul Bahri dan  penyanyi dangdut Ayu Tingting yang kini namanya meroket berkat Internet.
Walaupun terkadang masyrakat pada umumnya menganggap bahawa budaya pop adalah budaya gaul anak muda. Hal itu dilihat dari gaya berpakian(fashion) dan juga merambah ke dunia kuliner, politik, pendidikan bahkan agama. Semua merupakan  rekaan sementara; gembar-gembur yang berkaitan dengan perkara-perkara budaya pop sering merupakan pendahuluan yang kemudiannya menjadi sebagian dari budaya harian masyarakat ataupun subbudaya, dan yang menjadi  media sasaran televisi dan internet. 
Satu ciri budaya pop adalah, budaya ini tidak menawarkan kedalaman. Budaya ini hanya menampilkan manisnya kulit luar, ringan, gurih, renyah dan mudah dicerna serta mudah pula hilang untuk digantikan dengan yang baru. Sesuai semangat kapitalisme, apa yang ditawarkan oleh budaya pop adalah sesuatu yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh masyarakat yang menjadi sasaran budaya ini.
Sebagai contoh misalnya musik. Musik Pop, tidak seperti musik-musik berat seperti musik Klasik yang untuk bisa mengapresiasinya dibutuhkan ’sense’ dan pengetahuan yang memadai tentang musik. Orang yang mendengar musik klasik adalah orang-orang yang memang membutuhkan musik.
Dan orang yang membutuhkan musik yang bisa mengapresiasi musik klasik ini jelas jumlahnya sedikit sekali. Jelas ini tidak sejalan dengan semangat kapitalisme yang bertujuan mendapatkan sebanyak mungkin profit. Karena itu terciptalah aliran musik pop yang bisa dikonsumsi oleh siapa saja dan tanpa perlu memiliki pengetahuan dan apresiasi yang mendalam terhadap musik.
Dan tentu saja tidak seperti musik klasik, dimana karya dari seorang Mozart di tahun 1500-an pun masih didengarkan orang tanpa merasa bosan, meskipun disetel setiap hari. Musik Pop, sesuai karakternya yang renyah, gurih, mudah dicerna dan mudah hilang. Maka musik kik pop korea sekarang telah menjadi salah satu musik yang sangat digemari oleh anak muda pada umumnya.
Bukan hanya musik, gaya berpakaian remaja Indonesia saat ini telah korea-korean. Musik yang didengar hanya musik ringan yang kalau dianalisa   isi dari musik tersebut tidak ada yang  membangun jiwa kepemimpin. Karena lirik lagu  hanya menceritakan tentang percintan yang membuat orang-orang terbawa suasana ketika mendengarkan lagu, yang saat ini dikenal dengan istilah GALAU.
Para galau Lovers itu rata-rata anak alay yang komsumtif, yang tidak mau ketinggalan dari trand, dan hasilnya mereka kelihatan seperti manusia aneh yang memiliki sebuah kelainan. Dari segi penampilan mereka sesuai trand tetapi menimbulkan kesan perlebihan.  Banyak unsur-unsur pakain indonesia, seperti batik yang jarang mereka gunakan. Mereka lebih mengemari pakaian Korea sesuai yang dipakai sang idola, contohnya Boyband Super Junior atau yang dikenal dengan SUJU. Dan masih banyak lagi artis-artis Korea yang  digemari oleh para remaja. Semua nama dihafal, apabila disuruh menghafal nama para mentri mereka lebih merasa nyaman menghafal nama para artis negeri ginseng tersebut..
Selain gaya Fashion, para remaja juga belajar bahasa korea pembuktian kecintaan mereka akan gaya hidup orang korea.  Maka tidak  dapat di pungkiri kalau budaya pop juga membawa nilai positif . karena yang mengemari  music dari negeri ginseng ini, bukan  hanya orang muda, para ibu rumah tangga yang tidak ada kesibukan sangat mengemari seri drama dari korea yang isinya menurut mereka lebih bagus ketimbang hasil karya dalam negeri.
Hal inilah, yang sering saya alami. Ketika ke sebuah mall. Untuk menemukan pakian yang tidak trand korea itu sangat sulit, jadi mau tak mau kita harus biasa  menikmati budaya korea yang saat ini sedang membumi  dan menjadi penguasa. Dan perubahan itu tidak menjadi masalah, malahan menambah profit bagi para kapitalisme yang merasa kalau kita dapat menerima  kebudayaan itu dengan lapang dada tanpa mlakukan penolakan sama sekali.
Maka, dengan hadirnya budaya pop ini  mengundang banyak presepi bagi kalangan yang mengerti tentang kelebihan dan kelemahan budaya pop. Tetapi kalau bagi penikmat atau para komsumtif merasa ini sebuah produk baru yang harus dibeli dan di gunakan agar tidak mersa ketinggalan zaman. Mereka tidak pernah memimkirkan bagaimana dampak dari sesuatu yang mereka gunakan untuk bangsa dan para penerus bangsa.
Kalau untuk Negara yang seperti korea, apabila menerima budaya lain maka mereka  tidak begitu dirugikan karena meeka telah mampu menjadi pemain dalam munculnya kebudayaan baru itu. Tetapi  yang sangat ironis terjadi bagi negara yang sedang berkembang seperti indonesia,  kita hanya menjadi korban karena kita tidak sanggup seperti Negara lain, yang terdaftar sebagai sepuluh Negara pencetus budaya pop. Karena kita hanya sebagai playgiat yang tidak dapat berkembang karena kita sendri tidak dapat menghargai kebudayaan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar